10/16/12

Belajar Peka pada Indonesia

Perbedaan sifat yang paling mencolok antara pria dan wanita, menurut saya adalah soal kepekaan. Pria sering tidak peka pada perasaan wanita. Pria menggunakan logikanya, sehingga seringkali wanita merasa bahwa pria tidak memahami perasaan wanita. Ujung-ujungnya wanita jadi kesal sendiri. Ya, saya paham benar perasaan itu. Saya pernah mengalami itu.
Tatkala sendirian, saya pernah memikirkannya. Mungkin pria tidak seperti yang dipikirkan wanita selama ini. Mungkin tidak sebegitunya. Mungkin mereka pernah mencoba memahami perasaan wanita, mencoba untuk peka, namun mungkin akhirnya mereka lelah sendiri karena wanita selalu merasa tidak dimengerti. Seandainya saya jadi pria, sepertinya saya akan pusing tujuh keliling menghadapi wanita karena saya begitu tahu bagaimana sifat wanita, tentu saja karena saya seorang wanita. Tidak semua wanita? Ya, memang. Tapi, kebanyakan wanita seperti itu. Kebanyakan.
Saya sering menyesal atas hal yang telah saya lakukan, setelah saya menyadarinya. Terkadang wanita bahkan sama sekali tidak berusaha memahami perasaan pria. Bahkan, wanita yang sebenarnya lebih sulit memahami pria. Kalau sudah paham pun, tetap sulit untuk menerimanya. Wanita sekali ya :D
Akhir-akhir ini, saya mulai berpikir dalam ranah yang lebih luas. Manusia. Kalau dipikir-pikir, kepekaan saya terhadap sesama bisa dikatakan sangat rendah. Sepertinya saya kurang peka karena tingginya keegoisan saya. Sehingga, segala sesuatunya tentang saya. Ya, saya sadar akan sifat buruk saya itu. Namun, saya sedang dan masih mencari segala cara untuk memperbaiki sifat buruk ini. Saya merasa kepekaan saya sudah lebih baik akhir-akhir ini. Saya yang jarang memikirkan sesama, jadi sering melamun sendiri, memikirkan masalah-masalah yang berhubungan dengan sesama, juga tentang bangsa ini. Wah :O Wah, saya sendiri takjub menyadari saya yang seperti ini. Kok bisa ya? :O
Baru-baru ini banyak hal yang membuat saya “gemas” dan “sesak” melihat keadaan sekitar saya. Ya, saya bersyukur bisa mengenal teman-teman kampus lebih dekat. Itu pun baru-baru ini, di tahun akhir saya kuliah. Tapi, saya tetap mau bersyukur. Dari mereka saya dapat membuka mata lebih lebar. Ternyata begini ya kondisi di sekitar saya :O Saya ingin teriak. Tapi, tak tahu kepada siapa dan siapa yang mau mendengar. Hhhhhhhh.
Ya, namun, saya tahu bahwa Dia berdaulat atas segala sesuatu hal di dunia ini. Tuhan pasti campur tangan. Mungkin saya hanya bisa mendiskusikannya pada teman-teman dan menuliskannya. Tapi, Dia, Tuhan, Maha Besar dan berkuasa atas segala hal di surga maupun di bumi. Sementara itu, saya mau tetap berharap untuk menemukan jalan keluarnya.
Seandainya saja semakin banyak org Indonesia yang peka dengan kondisi bangsa ini. Tak perlu jauh-jauh soal korupsi dan politik di pemerintahan sana, namun dapat dimulai dengan hal-hal kecil di sekitar kita. Di sekitar kampus, juga bisa di sekitar tempat tinggal kita Saya rasa, kita perlu untuk tidak hanya melihat siapa saya dan nanti saya akan bagaimana. Tapi, mulai memikirkan, bangsa saya ini akan jadi seperti apa nantinya. Kita belajar peka. Bukan hanya pada diri sendiri, atau keluarga, atau kekasih, atau sahabat, atau orang-orang terdekat, namun lebih luas lagi, peka pada bangsa Indonesia ini. Bukankah disini kita lahir, tumbuh, dan berkarya? Mari kita belajar lebih peka pada bangsa Indonesia^^