1/17/14

Perihal Bekerja

Hening, sunyi. Ya, saya benar-benar sendirian di rumah kontrakan ini. Adik-adik yang juga menempati rumah ini sedang dalam masa liburan akhir semester. Tentu saja sayang jika masa liburan tak dilewatkan bersama keluarga dan teman-teman di kampung halaman. Nah, saya yang berstatus tak jelas ini (sudah wisuda tapi belum dapat ijazah) terpaksalah menyepi disini. Ah, membosankan memang.

Sebenarnya saya sangat iri pada teman-teman yang sudah melamar dan mendapat pekerjaan. Bayangkan saja, saya sudah wisuda 30 November lalu, namun belum memperoleh ijazah sampai detik ini. Saya malah masih berurusan di jurusan dan bolak-balik pergi ke rumah dosen pembimbing dalam rangka revisi jurnal. Benar-benar tak seperti yang saya harapkan -_-

Banyaknya waktu luang  memaksa saya untuk mencari aktivitas yang menyenangkan. Kalau tidak, mungkin lama-lama saya bisa stres juga dengan status tak jelas ini -_- Imbasnya saya jarang berada di rumah ini. Biasanya jika hari sudah gelap barulah pulang. Namun, dua hari terakhir ini saya lebih banyak di rumah saja. Hal itu membuat saya jadi lebih banyak berpikir dan merenung. Ya, pastilah tak jauh-jauh soal pekerjaan.

Para alumni perguruan tinggi yang baru lulus biasanya aktif melamar pekerjaan. Jenis pekerjaaan yang dicari umumnya dipengaruhi oleh faktor gaji, tempat kerja, dan fasilitas-fasilitas lain yang diberikan oleh perusahaan. Jarang sekali para lulusan baru melirik pekerjaan dengan gaji sedikit, apalagi yang jauh dari perkotaan. Salah? Tentu tidak. Bekerja memang merupakan salah satu alat pemenuhan kebutuhan hidup manusia, namun jelas itu bukanlah tujuan utama dari bekerja.

Saya teringat kutipan percakapan menarik dalam buku “Keluarga Cemara” yang ditulis Arswendo Atmowiloto. Begini bunyinya: “Ara, tangan Abah, tangan Emak, juga tangan Euis harus berkarya, tak mau tertutup dan takut debu. Bukan hanya karena kita perlu hidup dari kerja dan keringat, tetapi bekerja adalah sesuatu yang mulia dalam hidup ini.” Hal itu disampaikan oleh sosok ayah yang disebut Abah dalam cerita tersebut ketika anaknya, Ara, malu mendengar bahwa ayahnya bekerja memperbaiki WC yang mampet di rumah teman sekolahnya. Sungguh hati saya merasa terenyuh membaca tanggapan sosok Abah yang sangat sederhana dalam cerita itu.

Ya, saya setuju dengan jawaban Abah itu. Tujuan utama dari bekerja memang lebih mulia dari sekadar menumpuk materi dan bersenang-senang semata. Bekerja sebagai manajer perusahaan besar taklah lebih mulia daripada bekerja menjadi pedagang sayur. Setiap profesi merupakan pekerjaan yang mulia jika dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Bekerja sejatinya adalah respon ketaatan setiap orang terhadap Pencipta untuk mengelola segala ciptaan-Nya bagi kemuliaan Tuhan. Tak cukup sekadar mengucapkan kata syukur setiap hari, kita perlu mewujudnyatakan rasa syukur itu dengan bekerja. Tentu saja sesuai dengan bagian masing-masing. Bayangkan jika semua orang memilih bekerja sebagai dokter, lalu siapa yang akan mendidik siswa di sekolah? Atau jika tak ada petani, darimana sumber bahan-bahan makanan kita? Itulah yang sering disebut dengan panggilan hidup. Untuk mengetahui dimana dan di bagian mana kita dipanggil-Nya untuk bekerja, patutlah kita menanyakan pada Ia, Sang Empunya. Tuhan pasti akan menyatakan kehendak-Nya lewat berbagai cara, bisa lewat orang-orang terdekat, situasi dan kondisi, dll.

Selain itu, bekerja adalah soal berkarya. Bekerja hanya untuk “mengisi kantong sendiri” dan menyenangkan diri sendiri juga orang-orang terdekat, tidaklah cukup. Bekerja patutlah menghasilkan suatu kebaikan bagi sesama, dan lebih luasnya lagi bagi bangsa.  Seperti perkataan Abah dalam kutipan cerita di atas, tangan kita harus terus berkarya. Jangan sampai kita cuma diam di tempat kerja, hanya goyang-goyang kaki, dan bertopang dagu. Jiwa dan raga kita harus bergerak untuk bekerja! Apa saja, dimana saja, mari kerjakan apa yang kita bisa! Jangan pernah lelah, apalagi berhenti.

Ya, alangkah baiknya jika setiap orang memilih pekerjaan dengan pemahaman bahwa bekerja tak hanya soal materi dan kesenangan pribadi. Marilah kita mengingat kembali bahwa bekerja merupakan sesuatu yang mulia, bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Bekerja adalah menaati panggilan-Nya dan berkarya bagi sesama dengan sepenuhnya dan memberikan yang terbaik.

Saya pribadi sedang serius memikirkan pekerjaan apa yang nantinya menjadi bagian saya. Tak mudah memang menemukannya. Doa dan segala upaya harus dikerahkan untuk memperoleh pekerjaan yang tepat. Semoga saja dalam waktu dekat ini saya sudah bekerja. Amin :D Nah, bagi para pencari kerja, ayo semangat mencarinya. Bagi orang-orang yag sudah bekerja, mari bekerja tidak setengah-setengah, namun dengan sebaik mungkin. Selamat bekerja :)