11/25/12

Guru yang Melayani



Terima kasihku kuucapkan
Pada guruku yang tulus
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan
Untuk bekalku nanti

Setiap hariku dibimbingnya
Agar tumbuhlah bakatku
kan kuingat selalu nasehat guruku
terima kasih kuucapkan





Sosok guru pada lirik lagu di atas merupakan sosok yang mulia, yang penuh kasih, dan lemah lembut. Selain itu, saya pribadi melihat sosok "guru yang melayani" dalam lirik lagu tersebut. Salah satu arti kata melayani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah: “Membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yg diperlukan seseorang”. Guru yang melayani ialah guru yang mempersiapkan seluruh keperluan anak-anak didiknya untuk masa depan mereka. Tidakkah begitu mulia dan indah tugas seorang guru?

Di zaman ini, saya melihat berbagai variasi sosok guru. Ada guru yang lemah lembut. Ada sosok guru yang tegas. Ada sosok yang tidak peduli sama sekali terhadap anak dididknya. Ada guru yang sekedar menjalankan tugasnya mengajar, di luar itu dia tidak mau tahu. Ada sosok guru yang tak segan melakukan tindak kekerasan pada anak didiknya. Ada pula guru yang seperti saya katakan sebelumnya: guru yang melayani.

Guru favorit saya adalah mama. Bukan hanya karena dia adalah mama saya, tapi banyak hal lain yang menjadikan saya memfavoritkan beliau sebagai guru. Sedikit, saya ingin berkisah mengenai sosok guru yang melayani, yang saya temukan pada mama.

Tidak pernah mengeluh

Mama sudah mengajar sekitar 20 tahun lamanya. Selama masa tersebut, beliau sudah berkali-kali pindah tempat mengajar karena tugas. Kebanyakan tempat mama mengajar bukan di daerah perkotaan, melainkan daerah pedesaan. Sekitar 10 tahun mama mengajar di suatu desa, yang sekarang sudah menjadi kecamatan. Desa itu jaraknya sekitar 30 menit dari rumah kami.

Setiap hari mama pulang-balik dari sekolah tersebut. Mama mengendarai motor sendirian. Jujur, saya sering khawatir jika mama pulang terlambat. Bagaimana tidak? Ada suatu jalan dari sekolah tersebut ke rumah kami, yang sangat sepi, bahkan sampai sekarang masih sepi. Sering terjadi perampokan di daerah tersebut. Tapi, syukurlah sampai sekarang mama belum pernah mengalami hal tersebut. Dan apakah mama pernah mengeluh akan hal itu? Jawabannya, sama sekali tidak! Ini salah satu alasan saya menjadikan mama sebagai guru favorit saya.

Memperhatikan dan Peduli

Mama sangat menyenangi profesinya sebagai guru. Itu bisa terlihat bagaimana beliau menceritakan anak-anak didiknya dengan raut muka bahagia. Saya juga masih teringat dengan kisah mama akan seorang anak didikan. Sepatu anak itu sudah rusak, tak layak dipakai lagi. Mama kemudian membelikannya sepatu baru. Memang bukan sepatu yang mahal, tapi itu adalah sepatu yang layak pakai. Waktu menyerahkan sepatu itu mama bilang,” Sepatu kamu sudah tidak layak pakai. Sudah buang saya. Pakai saja yang baru ini.” Tentu saja maksud mama baik, bukan untuk merendahkan anak tersebut. Namun, tahukah teman-teman apa yang ia katakan? Ia bilang,” Terima kasih, Buk. Tapi, jangan dibuang, Buk. Sepatu ini kan bisa dipakai untuk main bola nanti,” ujarnya sambil tersenyum. Jawaban yang membuat saya terharu ketika mendengar cerita mama. Jika dibandingkan dengan saya, ketinggalan zaman sedikit saja, sudah minta ganti :(

Senang memberi

Ya, itu sifat mama yang saya kagumi, mama bukan seperti beberapa guru di sekolah saya dulu. Mereka begitu bangganya ketika menerima hadiah dari wali murid, apalagi kalau itu barang bermerk terkenal dan dari kota besar pula. Mama tak pernah bangga jika diberi. Di sekolah tempat mama mengajar, siswa-siswinya memang kebanyakan bukan “orang berada”. Tapi, terkadang mama diberikan sayur-mayur, buah-buahan, dan hasil panen lainnya. Menariknya, mama selalu merasa berat untuk menerimanya. Sehingga, biasanya mama membayar yang diberikan murid-muridnya. “Anggap saja ini Ibu beli,” ujar Beliau. Indah, benar-benar indah kisah mama saya :) Jadi setiap mama menginginkan buah-buahan, sayur, beras atau hasil panen lainnya, mama membelinya, bukan memintanya.

Lain pula kebiasaan mama setiap beliau ulang tahun. Mama selalu menyiapkan makanan-makanan untuk anak murid dimana ia menjadi wali kelas. Sungguh berkebalikan dengan beberapa guru di sekolah saya. Kalau ulang tahun, malah minta anak muridnya membeli kue untuk beliau >.< Dan jika teman-teman melihat ekspresi mama saat membuat kue atau penganan lainnya untuk anak-anak didiknya, sungguh berseri-seri :) Sungguh, saya bangga memiliki mama!

Mama, sosok guru yang melayani tersebut, pastilah membekas di sanubari para anak didiknya. Beliau pernah bercerita, saat ban motornya bocor, ada seseorang yang menolongnya. Ternyata orang tersebut adalah anak muridnya dulu. Ya, mama mungkin melupakan beberapa anak muridnya, tapi anak muridnya tak pernah melupakannya. Didikan sang guru, bukanlah hanya angin lalu.

Guru adalah teladan. Seperti sebuah peribahasa: “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Apa yang dilakukan guru, itulah yang diteladani murid-muridnya. Kalau gurunya sudah tak pantas diteladani, lalu muridnya akan menjadi apa?

Profil guru Indonesia di zaman ini, membuat saya secara pribadi geleng-geleng kepala. Lewat berita di televisi, saya melihat beberapa ulah guru yang tak pantas. Murid adalah generasi yang akan meneruskan Indonesia di masa akan datang. Guru ialah pendidik, yang mempengaruhi pembangunan karakter dan pengetahuan sang murid. Tidakkah tugas seorang guru begitu penting?

Memperingati Hari Guru yang jatuh pada tanggal 25 November ini, saya ingin membangkitkan harapan-harapan kita akan sosok guru yang melayani. Guru yang tak kenal lelah, yang memberi penuh kasih, yang memperhatikan, yang menyenangi profesinya, bukan hanya sekedar untuk memperoleh upah. Semoga peringatan Hari Guru ini dapat memberikan semangat juang yang berlipat-lipat bagi para guru! Nusantara membutuhkan guru yang melayani, mempersiapkan generasi muda untuk Indonesia yang lebih baik lagi. Mari kita wujudkan! 

1 comment:

  1. sayangnya gak semua guru seperti itu. guru fisika di SMA misalnya.

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar. Kritik dan sarannya sangat bermanfaat buat saya. Terima kasih :)