9/22/12

SInetron Indonesia Impian

Selama menjadi mahasiswa, saya sangat jarang menonton TV. Maklumlah, sebagai anak kos, sulit punya waktu untuk menonton TV. Apalagi sebagai mahasiswa di jurusan saya. Setiap hari, hanya laporan yang ada di depan mata. Dulu, saat saya pertama kali menjadi anak kos, ada TV di ruang tengah kos kami. Saya adalah satu-satunya penghuni kos yang sangat jarang berada di ruang tengah untuk menonton TV, sehingga jika saya berada disana, penghuni-penghuni kos yang lain menjadi heran dan kaget. “Eh, tumben disini, Fan,” ujar mereka dengan ekspresi takjub. Saya pun hanya mampu tersenyum.
Sebenarnya alasan saya jarang menonton TV tidak hanya sekedar karena tak punya waktu saja, namun yang utama adalah karena acara TV yang sering ditonton di kos itu tidak menarik, menurut saya. Bukan hanya tidak menarik, bahkan membuat saya geleng-geleng kepala, malas menontonnya. Ya, pasti sudah tertebak apa acara TV yang paling diminati di kos para mahasiswa. Benar sekali, sinetron. Mereka sampai hapal semua judul sinetron, di stasiun TV apa dan kapan jam tayangnya. Sehingga, apabila mereka sedang membicarakan tentang nama-nama karakter di sinetron dan cerita sinetron tersebut, saya hanya bisa terbengong-bengong, tidak mengerti.
Ketidaksukaan saya akan sinetron Indonesia, bukan karena saya tidak menghargai karya kita sendiri. Namun, karena saya merasa bahwa saya bagian dari bangsa inilah, saya menjadi malu saat melihat sinetron Indonesia. Bagaimana tidak? Apa tidak malu melihat akting para pemain sinetron yang terlihat “murahan”? Mata yang melotot saat marah, ucapan-ucapan yang begitu kasar, bahkan cerita yang begitu dangkal. Papa saya sering bilang begini tentang sinetron Indonesia,” Apa bangsa kita tidak malu dengan sinetron kita? Apa jadinya kalau orang-orang luar negeri menonton sinetron Indonesia? Mereka pasti berpikiran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak berbudaya. Dari tutur bahasanya, gerak-geriknya, sampai gaya hidupnya. Sama sekali tidak mencerminkan budaya Indonesia.” Hal ini membuat kami (keluarga saya), bisa dikatakan tidak pernah menonton sinetron di rumah. Mama, yang dulunya tertarik dengan sinetron, selalu ditegur papa jika mengambil siaran sinetron. Alhasil, tontonan kami kebanyakan acara berita atau tontonan film-film layar lebar yang diputar di TV.
Sejak papa menemukan frekuensi stasiun TV yang hanya memutar drama korea, hampir seharian kami hanya menonton drama di stasiun tersebut. Tentu saja tidak ketinggalan menonton siaran berita, yang sangat penting untuk diketahui. Drama korea bisa juga dikatakan sinetron versi Korea. Papa sangat antusias dengan sinetron korea. Saya, apalagi. Sehingga, stasiun TV tersebut menjadi stasiun TV favorit kami sekeluarga. Papa berkomentar, ”Banyak sekali keunggulan sinetron korea, seperti kata-katanya yang santun, latar belakang ceritanya yang jelas, akting pemainnya yang natural, tidak berlebihan, ceritanya yang menarik, serta banyak nilai-nilai budaya, pendidikan, pengetahuan dan moral yang dapat dipetik dari sinetron tersebut. Wajar bila bangsa ini tergila-gila dengan sinetron korea. Kalau melihat sinetron kita, mobilnya mewah-mewah, rumahnya megah-megah, tapi nggak jelas darimana datang semuanya itu.” Saya setuju dengan pendapat papa.
Acara-acara TV turut berperan membentuk pola pikir dan sikap bangsa ini. Sinetron yang isinya “cinta-cintaan” melulu, tanpa unsur pendidikan yang jelas dan nilai-nilai kehidupan, cenderung membuat penonton memiliki pola pikir yang hidupnya hanya memikirkan cinta pasangan hidup semata. Padahal ada banyak nilai-nilai kehidupan yang layak dipikirkan. Ucapan-ucapan sinetron kita yang pedas dan terdengar tidak sopan, menjadikan orang-orang sering berkata kasar terhadap sesama, bahkan seorang anak dapat berkata tidak sopan pada orang tuanya karena tontonan di TV. Meskipun karakter seseorang kembali pada diri kita masing-masing, tapi tak ayal lagi bahwa tontonan TV berpengaruh terhadap pola pikir dan sikap kita.
Pola pikir dan sikap bangsa ini dapat menjadi lebih baik. Salah satunya dengan tontonan yang membentuk pola pikir dan sikap yang baik pula, yaitu acara TV yang mendidik. Sinetron yang menjadi acara TV favorit masyarakat, dapat menjadi tolakan untuk mencapai karakter dan pola pikir bangsa Indonesia yang lebih baik. Jika sinetron diproduksi bukan hanya untuk tujuan komersial, namun juga untuk kemajuan bangsa ini, sungguh alangkah baiknya. Saya pribadi mengharapkan sinetron kita benar-benar menggambarkan siapa bangsa Indonesia. Bukankah kita terkenal dengan keramah-tamahan? Bukankah kita begitu bangga dengan keragaman budaya bangsa kita? Beragam ras dan bahasa daerah. Sungguh, jika ada sinetron yang benar-benar sinetron “Indonesia”, maka akan menambah kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia. Bangsa-bangsa lain yang menontonnya pun akan takjub. Tidakkah ini menjadi impian bangsa kita?
Saya bukan ingin menjelek-jelekkan karya bangsa ini, namun toh kita juga harus berani mengkritik dan berkomentar yang membangun, bukan? Indonesia tidak kekurangan sumber daya manusia yang cerdas dan mampu berpikir kreatif. Tanpa meniru cerita korea, seperti yang ditiru oleh beberapa sinetron dan FTV Indonesia, kita dapat menghasilkan karya yang juga tak kalah baiknya dari sinetron korea tersebut. Ya, saya yakin.
Ya, semoga saja produser-produser sinetron Indonesia mendengar suara masyarakat yang ingin pembaharuan untuk Indonesia yang benar-benar jaya. Kita juga mengharapkan penulis-penulis cerita sinetron yang menceritakan ke-Indonesiaan dan bahasa yang baik didengar. Kita berharap pula agar sutradara-sutradara Indonesia menggambarkan gerak-gerik bangsa Indonesia yang berbudaya dan sopan santun. Kita berharap agar semua orang yang berperan dalam produksi sinetron Indonesia menghasilkan karya yang membanggakan bangsa Indonesia. Kita pun masih bisa berperan dengan terus menyuarakan suara pembaharuan. Kita masih bisa terus berkobar-koar. Kita semua dapat berperan demi Indonesia, demi bangsa ini, demi kita semua. Mari!

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar. Kritik dan sarannya sangat bermanfaat buat saya. Terima kasih :)